Sabtu, 22 Januari 2011

Uji DNA untuk Tentukan Spesies Baru

Dalam satu organisme, ada karakter yang membedakannya dengan organisme lainnya.

Seekor ikan yang jenisnya sama, bisa saja memiliki warna yang berbeda karena asalnya pun berbeda. Namun apakah itu berarti ikan tersebut spesies baru? Untuk menjawabnya, diperlukan studi yang tidak sekedar melihat jenis dan warna saja, namun mengupasnya lebih luas. Yakni studi genetika molekular atau yang umum dikenal dengan DNA. Studi ini mempelajari tentang gen, sel, atau molekular di dalam tubuh makhluk hidup.


Studi genetika atau uji DNA dilakukan, karena setiap jenis makhluk hidup memiliki karakter dan ciri khas dalam gennya. Kekhasan tersebut sangat penting untuk mengetahui jenis apa atau tergolong pada kelompok mana makhluk hidup itu. Uji DNA diperlukan untuk menentukan apakah jenis makhluk hidup tersebut tergolong baru, atau sudah lama, namun mengalami proses adaptasi dalam evolusi hidupnya.

Karakteristik DNA makhluk hidup bisa saja sama atau bahkan berbeda sama sekali. Ciri khas dalam gen, bisa menjelaskan perbedaan dan memperkuat analisis serta kesimpulan suatu penelitian. Misalkan, tentang taksonomi jenis biota laut.

Para taksonom mengidentifikasi suatu spesies berdasarkan ciri khas atau karakteristik flora-faunanya. Pengidentifikasiannya tak hanya berdasarkan morfologi fisiknya, melaikan juga warna, lingkungan atau habitat, dan lainnya. Analisis DNA-lah yang memperkuat penelitian tersebut.

Instruktur Systematics and Ecology Laboratory Faculty of Science , Departemen Sains Biologi National University of Singapore , Ngan Kee Ng PhD mengatakan, studi genetika molekular untuk taksonomi ditujukan dalam menentukan spesies. Karena menurutnya, dalam satu organisme, tentu ada karakter yang membedakan dengan organisme lainnya.

Uji DNA, berkembang di dunia sudah lebih dari dua puluh tahun. ''Namun para taksonom yang ingin mendapatkan kesimpulan suatu spesies itu baru atau tidak, masih butuh biaya tinggi untuk menganalisisnya,'' ujar peneliti dari Raffles Museum Singapura ini, usai workshop soal taksonomi di Bali, beberapa waktu yang lalu.

Pendapat serupa disampaikan peneliti dan pakar taksonom kelautan dari Conservation International Indonesia (CII) Mark V Erdmann. Menurutnya, untuk menentukan apa organisme itu masuk ke spesies baru atau tidak, diperlukan studi mendalam, termasuk genetika molekuler.

Erdmann mengatakan, inilah tantangan bagi Indonesia karena tanpa taksonomi, sulit menentukan populasi genetika. ''Kalau pakai genetika, bisa terlihat bedanya. Walau ada beberapa organisme dari satu jenis species, genetiknya bisa agak berbeda,'' kata penemu beberapa jenis ikan baru, termasuk Hiu Berjalan ( Kalabia ) pada 2007 lalu, di kawasan Raja Ampat, Papua.

Erdmann mengamati, dalam kurun 10 hingga 20 tahun ini, terjadi endemisme di laut, khususnya di Indonesia. Awalnya ia berpikir, semua jenis ikan bisa tersebar di mana saja. Namun, ternyata untuk ikan ada faktor endemisme atau kekhasan sendiri di tiap-tiap daerah.

Menurutnya, di Indonesia khususnya pada garis batas Wallacea, ada 38 ikan karang yang 29 jenisnya terdeskripsikan setelah 1990. Di Teluk Cenderawasih, lanjutnya, dari 900 jenis ikan di sana, ada 20 jenis yang benar-benar khas dan hanya ada di kawasan itu. ''Jumlah ini sangat besar di dunia, karena itu sangat penting daerah ini dikonservasi,'' ujar Erdmann.

Endemisme Teluk Cendrawasih, kata Erdmann, bisa disebabkan karena daerah yang terisolir sehingga organisme di sana beradaptasi dengan habitatnya. Erdmann mengatakan, di Teluk Cenderawasih terjadi perubahan geologi dan gejala tektonik dengan gerakan-gerakan pulau selama jutaan tahun. ''Dalam jutaan tahun, bisa terjadi evolusi tersendiri,'' ujarnya.

Ikan-ikan di daerah tersebut memiliki perbedaan dengan ikan sejenis di tempat lain. Warna ikan di daerah tersebut misalnya, kata Erdmann lebih kuning. Tapi masih jadi pertanyaan, apakah spesiesnya baru atau tidak. Karena itulah taksonomi dibutuhkan untuk menentukan populasi genetikanya.

Untuk ikan karang, menurutnya, secara langsung bisa dibedakan dari warna untuk menentukan spesiesnya. Contoh lain, pada udang mantis. Menurutnya, mungkin ada perbedaan antara udang sejenis dari Halmahera dan Maluku. ''Walau spesiesnya sama, tapi dari genetiknya bisa saja berbeda,'' ujar peneliti udang mantis ini.

Di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan beberapa universitas, juga CII sendiri sudah memulai laboratoriun genetik. CII membantu laboratorium genetika di Universitas Udayana dan Universitas Papua di Manokwari. Menurut Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (P2O-LIPI) Suharsono, LIPI memulai laboratorium genetikanya di tahun 2004. ''Kita sudah mulai dengan genetik dan mempelajari filogenik (kekerabatan),'' ujar Suharsono. ed: andina

Sumber : http://www.lipi.go.id/www.cgi?berita&1273032898&&2010&

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Tutorial Yang Bermanfaat. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan